JAWABAN MITOS BANYAK KORBAN TENGGELAM DI PANTAI SELATAN JAWA


Mengenakan pakaian renang warna tertentu kabarnya bahaya kalau berenang di pantai selatan Jawa, bisa-bisa diambil anak buah Penguasa gaib Laut Selatan. Mitos ini telah berkembang sejak dulu, sehingga berakar kuat dalam kepercayaan masyarakat.

Memang seringkali laporan muncul banyak orang tenggelam atau terbawa arus yang tiba-tiba seperti menarik ke lautan lepas. Pantai-pantai wisata seperti Pelabuhan Ratu dan Parangtritis begitu akrab dengan kisah misterius semacam itu.

Ombak di Pantai

Sebenarnya ada jawaban secara ilmiah yang bisa menjawab mengapa hal itu bisa terjadi. Para praktisi ilmu kebumian mengamati pantai Parangtritis selama bertahun-tahun, dan akhirnya inilah kemungkinan yang jadi penyebab utama hilangnya sejumlah wisatawan di Pantai Parangtritis.

Rip current, yakni arus balik yang merupakan aliran air gelombang datang yang membentur pantai dan kembali lagi ke laut. Arus itu bisa menjadi amat kuat karena biasanya merupakan akumulasi dari pertemuan dua atau lebih gelombang datang. Dengan kecepatan mencapai 80 kilometer per jam, arus balik itu tidak hanya kuat, tetapi juga mematikan.

Kepala Laboratorium Geospasial Parangtritis I Nyoman Sukmantalya mengatakan, sampai sekarang informasi mengenai rip current amat minim. Akibatnya, masyarakat masih sering mengaitkan peristiwa hilangnya korban di pantai selatan DI Yogyakarta dengan hal-hal yang berbau mistis.

“Bisa dibayangkan kekuatan seret arus balik beberapa kali lebih kuat dari terpaan ombak datang. Wisatawan yang tidak waspada dapat dengan mudah hanyut,” demikian papar Nyoman.

Arus Balik

Celakanya, arus balik terjadi begitu cepat, bahkan dalam hitungan detik. Arus itu juga bukan hanya berlangsung di satu tempat, melainkan berganti-ganti lokasi sesuai dengan arah datangnya gelombang yang juga menyesuaikan dengan arah embusan angin dari laut menuju darat.

Nyoman melanjutkan, korban mudah terseret arus balik karena berada terlalu jauh dari bibir pantai. Ketika korban diterjang arus balik, posisinya akan mudah labil karena kakinya tidak memijak pantai dengan kuat. “Karena terseret tiba-tiba dan tidak bisa berpegangan pada apa pun, korban menjadi mudah panik, dan tenggelam karena kelelahan,” lanjutnya.

Sementara staf Ahli Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada, Djati Mardianto, melanjutkan, apabila korban tetap tenang saat terseret arus, besar kemungkinan baginya untuk kembali ke permukaan. “Karena arus berputar di dasar laut sehingga materi di bawah bisa naik lagi,” ujar Djati.

Setelah mengapung, korban bisa berenang ke tepi laut, atau membiarkan diri terempas ke pantai oleh gelombang datang lain. Setidak-tidaknya, korban memiliki kesempatan untuk melambaikan tangan atau berteriak minta tolong.

[Sumber: Apakabardunia]