Danau Matano di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Gua Bawah Air di Danau Matano di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Ikan Buttini atau ikan purba di Danau Matano, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Tulang dan tengkorak manusia di Gua Tengkorak, Danau Matano, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Setelah menempuh perjalanan selama satu jam dari Pusat Kabupaten Luwu Timur, tepatnya di Kecamatan Malili, dengan menggunakan kendaraan angkutan umum yang jarak tempuhnya berkisar 60 km, saya pun tiba di dermaga penyeberangan perahu Sorowako di Kecamatan Nuha.
Terlihat aktivitas bongkar muat penumpang di dermaga penyeberangan, pada Sabtu pagi (16/6/2012) cukup ramai, dimana beberapa perahu rakit penyeberangan (raft), ada yang baru saja bersandar di dermaga. Ada pula yang siap untuk menyeberangkan penumpangnya dengan tujuan ke dermaga Nuha, yang berada di seberang danau.
Dermaga penyeberangan Sorowako, setiap harinya ramai dengan aktivitas bongkar muat penumpang, dimana rakit tidak hanya mengangkut warga, namun juga dapat mengangkut kendaraaan bermotor roda dua hingga mobil, baik dari Sorowako maupun sebaliknya. Dermaga ini adalah dermaga penghubung transportasi danau antara Provinsi Sulawesi Selatan dengan Provinsi Sulawesi Tengah, hususnya masyarakat yang bermukim di Kabupaten Morowali dan sekitarnya.
Ikan Purba Buttini
Menyusuri Danau Matano dengan menggunakan perahu tradisional (katinting), mata kita seolah tak pernah lelah menatap keindahan panorama alam pegunungan dan tebing batu yang mengitari danau seluas 16 ribu hektare dengan kedalaman mencapai 600 meter, dan tercatat sebagai danau terdalam di Asia Tenggara.
Selain menawarkan keindahan panorama alam pegunungan verbeck yang mengitari pesisir, Danau Matano juga dihuni ratusan spesies fauna endemik, diantaranya udang, kepiting, siput dan ikan. Uniknya fauna yang ada di Danau Matano, sebagian besar tidak bisa dijumpai di danau lain yang ada di Indonesia.
Bahkan di Danau Matano, terdapat spesies ikan endemik yang tergolong langka di dunia. Ikan ini diberi julukan ikan purba, karena warnanya yang kecoklat-coklatan dan bentuknya yang mirip dengan binatang purba. Bagi masyarakat setempat, ikan ini diberi nama “Ikan Buttini”.
“Beberapa orang peneliti yang pernah datang ke kampung kami, menyebut ikan buttini adalah ikan purba yang jenisnya hanya ada dan berkembang biak di Danau Matano," tutur Jihadin, tokoh pemuda asli sorowako, yang juga dipercayakan sebagai koordinator pekerja dermaga penyeberangan.
Ikan Buttini adalah ikan yang paling digemari masyarakat setempat, tak heran jika sebagian warga pesisir Danau Matano, menggantungkan hidupnya sebagai nelayan pemancing ikan Buttini.
Walaupun bentuknya sedikit aneh dengan bola mata menonjol keluar dengan kulitnya berwarna kecoklat-coklatan, namun dagingnya terasa gurih saat di makan . Bagi masyarakat setempat paling gemar menyajikan dengan cara di memasak biasa, hanya mencampurkan bawang, jeruk kunyit dan garam. Sementara itu untuk satu ekor ikan Buttini yang beratnya mencapai 1 kilogram dijual dengan harga Rp 15.000 hingga Rp 25.000.
Gua Tengkorak Bawah Air
Sementara itu, di bibir Danau Matano yang sebagian adalah tebing batu papan, juga terdapat beberapa lubang gua yang di dalamnya terdapat sisa peninggalan sejarah. Seperti tombak, parang dan juga peralatan rumah yang terbuat dari besi kuningan, yang diperkirakan telah ada sejak ratusan tahun silam.
Uniknya, tiga dari enam buah gua yang ada sekitar Danau Matano, berada tepat di bibir danau, dimana liang gua tersebut, alur liangnya tembus dari tebing batu ke air danau.
Ada juga gua yang lokasinya berada tidak begitu jauh dari pemukiman penduduk, dimana gua yang banyak dihuni kelelawar, terdapat banyak tulang belulang dan tengkorak manusia. Gua tersebut dinamai warga Matano dengan sebutan Gua Tengkorak.
“Tengkorak itu ada sejak ratusan tahun silam sebelum adanya ajaran agama masuk ke daerah Tana Luwu, dimana leluhur kami belum mengenal yang namanya agama. Mereka dulu dimasukkan ke dalam liang batu saat meninggal,” ungkap Mahading (86), yang ditemui dirumahnya di Dusun Matano, Sabtu (16/6/2012).
Mahading adalah pemangku adat dari keturunan Makole Matano yang diberi gelar Mahole Matano. Ayah empat anak ini adalah pemangku adat Matano, generasi ke 5 dari keturunan kepala adat Makole Matano bernama Camara yang telah meninggal dunia 400 tahun silam.
Wisata Murah di Danau Matano
Di Danau Matano juga terdapat beberapa lokasi obyek wisata pantai dengan pasir putih yang fasilitasnya dibangun oleh perusahaan tambang PT Inco. Selain obyek wisata pantai, pengunjung juga dapat menikmati kesejukan air terjun Mata Buntu, kolam mata air hidup yang disebut dengan Bura-bura serta melihat langsung kuburan tua suku adat Matano, yang berada di Dusun Matano.
Menariknya, pengunjung tidak perlu mengeluarkan uang banyak jika ingin berekreasi di lokasi obyek wisata pantai Danau Matano karena pemerintah setempat tidak menarik retribusi untuk masuk ke ke lokasi obyek wisata.
“Kami tidak mematok harga khusus bagi pengunjung yang mau berkeliling danau dengan menggunakan perahu katinting. Harga tergantung nego, yang penting cukup untuk beli solar,” ungkap Rezki, pemilik perahu katinting.
Pengunjung yang ingin berkeliling menyusuri Danau Matano, tidak perlu merogoh saku dalam-dalam, pasalnya pemilik perahu lebih mengedepankan kesepakatan atau negosiasi harga.
[Sumber: Kompas]
Ikuti @Smart_Newz