APA ARTI SEBUAH NAMA?



Siapa bilang urusan nama itu tidak merepotkan? Tentu saja tidak ada yang mau ketika namanya salah tulis di dalam ijazah, surat-surat, KTP, atau sertifikat berharga lainnya. Baiklah, hal itu bisa dimaklumi karena memang berwujud surat-surat dan identitas penting. Tetapi apakah karena masalah remeh temeh SMS atau nama Facebook atau media social lainnya membuat “harga” nama kita juga begitu remeh? Atau bahasa lainnya “murahan”?

Mungkin aku termasuk orang paling tidak beruntung di dunia kalau bicara soal nama. Ya, Ferry Silitonga. Untuk sementara kita buang dulu marganya, tersisa Ferry. Mungkin nama Ferry adalah salah satu nama yang paling pasaran atau banyak digunakan orang Indonesia. Walaupun dikenal baik, justru nama ini yang paling sering salah dalam pengejaan. Bayangkan saja berapa banyak kepribadian yang harus ku bentuk dengan ejaan-ejaan berbeda ketika menyebut namaku, seperti Feri, Ferri, Very, Verry, Fery, Veri, Verri, dan pernah yang paling parah Perri, emangnya aku supirnya Katy Perry apa…

Baiklah, itu hanya masalah nama depan. Sebagai orang Batak (kebetulan orang Batak asli) nama belakang atau yang sering disebut marga merupakan mana paling keramat. Jika dibilang, harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, dan manusia mati meninggalkan nama, nah, secara khusus manusia Batak mati akan meninggalkan marganya.

Untuk marga ini, bagiku tidak ada toleransi sama sekali karena itu merupakan identitas, tanpa nama itu aku tidak ada artinya, nama itu sudah mendarah daging. Lebih baik bagiku kehilangan nama depan daripada marga. Nama bisa dibeli dan dibuat sesuka hati, tetapi membeli marga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dan aku yakin bahwa hal ini tidak hanya berlaku di kalangan orang Batak, tetapi juga berlaku bagi suku-suku lain yang menggunakan sistem marga, sistem kerajaan, hirarki kekuasaan dan sistem penamaan yang sejenis.

Oleh karena itu, terkadang bingung melihat teman-teman Facebok yang dengan seenaknya mengganti nama mereka (nama sekalian juga marga) dengan nama-nama alai tidak jelas. Contohnya, marga Simanjuntak menjadi Simanjoentak atau Sitompul menjadi Sitompoel, okelah masih lumayan, mungkin terinspirasi ala Miranda Goeltom. Ada yang lebih parah, biar terlihat rada bule-bule dikit, contohnya marga Nainggolan menjadi NainggoLand atau marga Sinaga menjadi Si Dragon (naga=dragon). Yang paling parah marga Sihombing menjadi SiHoemBinK, marga Aritongan menjadi TonanK ArioS, darimana jalannya?

Kembali soal nama sebagai identitas. Bukan bermaksud untuk mencap bahwa orang-orang di Facebook atau media social lainnya yang sering mengganti-ganti nama dengan nama-nama alay tidak jelas adalah orang-orang yang mengalami krisis identitas, tetapi tidak bisa dipungkiri itulah kenyataannya. Terkadang kesal juga, karena mau mencari orangnya susah banget, perlu perjuangan keras menebak siapa namanya, malam ini “ChieChie Menangis Semalam” tar siang sudah ganti jadi “Luvie-livie CayanK”, olalah cape deh…

Untuk urusan ini, apakah memang semudah itu mengganti nama? Begitu murahnya kah sebuah nama? Sebuah identitas? Seandainya kita menyuruh harimau mengganti namanya, maka otomatis belanggnya juga harus diganti dan namanya bukan harimau lagi tetapi nama yang lain. Semudah itukah mengganti nama? Seandainya seorang bernama A ingin menganti nama menjadi B, maka seharusnya dia harus mengoyak dan mengganti kulitnya dulu abaru berani mengganti namanya. Silahkan tanya kepada diri sendiri.

Di ranah psikologi, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian nama kepada anak bisa mempengaruhi perkembangannya. Misalnya, anak dengan nama pasaran atau nama yang sering digunakan biasanya akan menjadi anak yang susah mencari identitas karena dia melihat ada banyak persamaan dilingkungannya sehingga susah menentukan posisi dirinya sendiri.

Oleh karena itu ada beberapa tips kepada calon orang tua untuk memilihkan nama yang tepat kepada buah hati tercinta, yaitu:
  1. Jangan memilih nama yang terlalu popular karena anak akan merasa kurang memiliki identitas pribadi.
  2. Hindari nama yang bisa dipakai untuk laki-laki dan perempuan, bisa berpotensi menimbulkan krisis identitas gender.
  3. Hindari juga Nama yang menggolongkan individu tertentu, ras, agama, atau kelompok yang sering menimbulkan prasangka. Misalnya, Hitler atau Osama bin Laden, dll. Nama ini akan langsung menjurus ke perilakua negatif orangnya dan ini sangat merugikan anak.
  4. Jangan memberi nama yang sulit disebut atau sulit dieja atau menggunakan istilah-istilah kuno yang sangat jarang.
  5. Hindari juga nama yang menghasilkan panggilan yang memalukan.
Jagalah dan pertanggungjawabkan nama Anda karena itu jati diri Anda…