ilustrasi (foto : Abcnews)
SAN FRANSISCO - Sebuah kelompok pengawas konsumen menuntut Federal Trade Commission (FTC) untuk mencegah Google membuat perubahan besar pada kebijakan privasinya, bulan depan.
Revisi yang direncanakan akan memungkinkan Google Inc untuk membundel informasi pribadi yang dikumpulkan oleh mesin pencari internet dan layanan lainnya, seperti Gmail, YouTube dan Plus, sehingga dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai penggunanya dan berpotensi menjual lebih banyak iklan.
Seperti dilansir Associated Press, Kamis (9/2/2012), Google telah menggambarkan perubahan tersebut sebagai perbaikan yang bisa membuat kebijakan privasi lebih mudah lebih mudah dipahami, serta membantu memberikan informasi lebih bermanfaat bagi pengguna.
Namun, Electric Privacy Information Center (EPIC) berpendapat kebijakan baru Google akan melanggar pembatasan yang berlaku dalam kesepakatan dengan FTC tahun lalu. Google tunduk pada aturan untuk menyelesaikan keluhan karena mengekspos kontak email pengguna dalam layanan Buzz, yang sekarang sudah tidak berfungsi.
Sebuah gugatan yang diajukan Rabu lalu oleh EPIC mengatakan, perjanjian tersebut memberikan FTC kuasa untuk menghentikan Google menerapkan perubahan privasi yang direncanakannya. Selain itu, keluhan tersebut juga sedang mencari perintah dari pengadilan federal Washington untuk memblokir perubahan kebijakan baru Google yang berlaku mulai 1 Maret.
Regulator Eropa sudah meminta Google untuk menunda perubahan kebijakan itu. Antara lain, EPIC mengungkap pedoman privasi baru Google memerlukan persetujuan penggunanya. Kelompok ini juga menuduh Google belum sepenuhnya menjelaskan tujuan perubahan tersebut, sehingga membuatnya jadi praktek bisnis yang tidak adil dan menipu.
Namun, Google sendiri mengatakan telah berusaha keras untuk menjelaskan perubahan tersebut pada penggunanya, sejak pengumuman rencana tersebut beberapa pekan lalu.
"Kami menilai privasi dengan sangat serius. Kami senang untuk terlibat dalam percakapan membangun tentang perubahan kebijakan privasi kami, tetapi EPIC mengacu pada fakta-fakta dan hukum yang keliru," tandasnya.
Ikuti @Smart_Newz