NAFSU MAKAN MANUSIA BISA PUNAHKAN LUMBA-LUMBA


Lumba-lumba hidung botol (foto : Google)

WASHINGTON - Meningkatnya selera manusia terhadap mamalia laut berdarah panas seperti lumba-lumba, porpoise (sejenis lumba-lumba kecil) dan manate (lembu laut), bisa mengakibatkan hancurnya kehidupan laut.

Sejak tahun 1990, dilaporkan bahwa setidaknya 87 spesies mamalia laut telah dijadikan menu makanan di 114 negara. Daftar ini termasuk spesies seperti ikan paus berparuh kerdil, lumba-lumba sungai Asia Selatan, narwhal, lumba-lumba Chili, paus pilot bersirip panjang dan porpoise Burmeister itu. Daftar ini juga mencakup spesies yang terkenal, seperti lumba-lumba hidung botol, anjing laut, singa laut, beruang kutub dan tiga spesies lembu laut.

Beberapa spesies mamalia laut, seperti ikan dugong yang masih kerabat dekat lembu laut, telah menjadi bahan makanan di bagian-bagian tertentu di dunia sehingga mereka menjadi target konsumsi manusia. Di negara-negara seperti Kongo, Gabon dan Madagaskar, mamalia laut ini juga dijadikan bahan makanan pelengkap sumber protein. Demikian dilansir InternationalBusinessTimes, Senin (30/1/2012).

Di Jepang, SaveJapanDolphins.org mengatakan bahwa meskipun daging lumba-lumba berkualitas rendah dan kandungan merkurinya tinggi, pemburu tetap membunuh lumba-lumba untuk diambil dagingnya dan kemudian mendistribusikannya ke restoran, grosir, dan bahkan sekolah. Selain itu juga melaporkan bahwa daging lumba-lumba sering disalahartikan dan dijual sebagai daging ikan paus, yang lebih berharga dan bergizi.

Menurut peneliti, ada aturan ketat dan pemantauan saat memancing mamalia laut berukuran besar, seperti ikan paus bungkuk, tetapi dalam kasus mamalia laut berdarah panas yang ukuran tubuhnya lebih kecil, seperti lumba-lumba dan anjing laut, sebagian besar belum dipelajari dan dipantau.

"Badan pengawas internasional ada untuk mengukur status populasi ikan paus dan mengatur perburuan raksasa-raksasa ini. Spesies ini, bagaimanapun, hanya mewakili sebagian kecil dari keragaman dunia mamalia laut, yang kebanyakan tidak sengaja terjaring, terjebak, dan dalam beberapa kasus ada juga yang sengaja diburu tanpa ada konfirmasi telebih dahulu mengenai ketahanan hidup spesies tersebut," kata peneliti Martin Robards dari Wildlife Conservation Society.

Para peneliti berpendapat, bahwa diperlukan peningkatan kesadaran terhadap masalah ini, serta meingkatkan pemantauan untuk mencegah hancurnya kehidupan laut.

"Kita butuh meningkatkan pantauan terhadap spesies seperti lumba-lumba bungkuk Atlantik dan Indo-Pasifik," kata Howard Rosenbaum, Director di Ocean Giants Program dari Wildlife Conservation Society.

"Di daerah yang lebih terpencil dan sejumlah negara, kebutuhan yang lebih mendesakadalah untuk memahami motivasi di balik konsumsi mamalia laut dan menggunakan wawasan tersebut untuk mengembangkan solusi perlindungan spesies ikonik itu," tambahnya.