Ilustrasi
Efek perceraian sama seperti efek merokok 15 batang rokok sehari.
Tidak ada satupun pasangan suami istri yang ingin rumah tangganya hancur dan berakhir pada perceraian. Berpisah, bukan hanya sekedar membuat sakit hati, berpisah karena perceraian juga bisa memberi efek buruk untuk kesehatan.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh para ahli dari Universitas Arizona menemukan bahwa orang dewasa yang mengalami perceraian berisiko tinggi mengalami kematian dini daripada orang dewasa lainnya yang sukses menjalani pernikahan. Efek dari perpecahan bisa berbahaya bagi kesehatan. Efeknya sama seperti merokok 15 batang rokok sehari, kelebihan berat badan atau mabuk berat.
Seperti dikutip laman Shine, satu studi yang dilakukan pada 2006 menemukan bahwa wanita paruh baya yang mengalami perceraian, paling berisiko lebih besar mengalami penyakit kardiovaskular daripada perempuan yang sukses menjalani pernikahan pada usia yang sama. Tidak hanya berisiko menyebabkan menyakit jantung, terlalu lama sendiri setelah bercerai juga berisiko menimbulkan penyakit kanker. Tapi di hari-hari awal dan bulan-bulan awal setelah perceraian, risiko kesehatan mental yang paling mengancam.
“Ketika pernikahan Anda sedang berada di ujung tanduk perceraian, biasanya anda akan mengalami masalah emosi yang kompleks, mulai dari kesedihan, kemarahan, malu, takut,” jelas Rachel Sussman, seorang psikoterapis berlisensi dan penulis The Breakup Bible.
“Mereka yang mengalami masalah rumah tangga pasti akan mengalami masalah gangguan tidur dan gangguan makan. Ini merupakan dampak dari kesedihan dan stres, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kesehatan Anda secara keseluruhan dan menyebabkan anda menjadi semakin drop.”
Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Badan Kesehatan Dunia, WHO, menyatakan, sebuah perpecahan yang menyakitkan juga bisa memicu kambuhnya kebiasaan buruk. Bisa mengalami gangguan makan, dan segala perilaku yang pernah menjadi kebiasaan di masa lalu bisa timbul kembali. Mereka yang mengalami patah hati bisa memilih untuk berada di jalan yang salah, seperti terlibat dalam penyalahgunaan zat, hal ini lebih rentan terjadi pada wanita daripada pria.
Studi WHO juga menemukan lebih banyak wanita menggunakan zat sebagai alat bantu menenangkan diri selama perceraian, sementara pria lebih cenderung menjadi terisolasi dan depresi.
[Sumber: Palingseru]
Ikuti @Smart_Newz