KARYA FILM IMAJINATIF ITU MENUAI GETAHNYA



INDUSTRI film Hollywood di negeri Paman Sam boleh berbangga dengan produksi film-filmnya yang merajai film dunia. Kebanggaan itu terus terpatri selama beberapa dasawarsa. Maklum, di belahan dunia lain nyaris tak ada yang mampu menandingi kemampuan Hollywood dalam mencengkeram pangsa pasarnya yang mengglobal.

Namun, kebanggaan Hollywood menjadi antiklimaks ketika seorang pemuda berdarah dingin, James Holmes, 24, memberondongkan ratusan peluru tajam ke penonton film premier midnigt “The Dark Knight Rises” di sebuah bioskop Aurora, Colorado, Amerika Serikat, Jumat (24/7/2012). Aksi maut ini menjungkalkan 12 orang hingga tewas, sedangkan sedikitnya 70 orang lainnya luka serius.

Tragedi penembakan yang membabi buta tersebut membuat syok produser dan pihak-pihak yang terlibat dalam penggarapan film bergenre action itu. Warner Bros Pictures dan sutradara film Christopher Nolan tentu sangat terpukul dengan kejadian ini. Sejumlah tayangan premier film yang berkisah tentang kepahlawanan superhero Batman di beberapa negara pun langsung dibatalkan.

Alhasil, rencana Warner Bros untuk terus memproduksi franchise film Batman yang selalu menuai sukses itu pun kandas. “The Dark Knight Rises” dikabarkan menjadi film terakhir Batman. Aksi Holmes yang meniru tokoh “Joker”, musuh berat Batman, telah membuyarkan angan-angan produser film yang sudah membayangkan peruntungan dalam jagat dunia hiburan tersebut.

Tak hanya insan film Hollywood khususnya yang berduka atas tragedi memilukan itu. Presiden Barack Obama dan pejabat teras Amerika Serikat juga merasa prihatin sekaligus malu menyaksikan peristiwa tak berperikemanusiaan tersebut terjadi di negaranya. Padahal, semua tahu dan mengerti bahwa AS berada di garda depan dalam upaya pemberantasan tindakan terorisme, khususnya sejak “war on terrorism” dikumandangkan tahun 2000. Sehingga, penjagaan keamanan dalam negerinya begitu ekstra ketat. Entah bagaimana untuk ke sekian kalinya aparat keamanan kecolongan lagi. FBI sekaligun tak mampu mengendusnya.

Kecolongan lagi? Ya, karena sebelum tragedi ini, sejumlah aksi brutal yang merenggut nyawa warga AS sendiri sudah beberapa kali terjadi. Contoh kasus yang terakhir terjadi pada 2 April lalu, dimana seorang pria melakukan aksi tembak massal di Universitas Oikos, Oakland, California. Aksi sadisnya itu menyebabkan 7 orang tewas dan tiga orang terluka. Padahal, dua bulan sebelumnya juga terjadi peristiwa penembakan serupa di sebuah seolah menengah di Ohio dan menewaskan 3 orang serta melukai 6 orang lainnya.

Tiga tahun silam, tepatnya pada 10 Maret 2009, seorang pria muda bernama McLendon Kenneth membantai di Jenewa dan Samson, Alabama, mengakibatkan 11 orang tewas. Mereka yang dibantai itu adalah anggota keluarganya sendiri, sementara sang pelaku ikut terbunuh.

Dan contoh satu lagi terjadi pada 5 Desember 2007. Seorang pemuda, Robert A. Hawkins, 19, menembaki kerumunan orang di toko Maur Von di Mall Westroads di Omaha, Nebraska, hingga mengakibatkan 8 orang tewas dan tujuh orang luka-luka. Usai melakukan penembakan, Hawkins bunuh diri. Masih ada beberapa peristiwa penembakan lain yang terekspos ke publik.

Aksi Holmes yang terakhir ini lebih spektakuler karena hasil aksinya terekam oleh banyak kamera dan disaksikan oleh jutaan pasang mata penonton di dunia. Para korban bergelimpangan dan sebagian menahan rasa sakit akibat peluru yang menembus bagian tubuhnya. Selain itu, kenekatan Holmes itu menjadi sorotan mengingat aksinya dilakukan di tengah pemutaran film perdana yang disaksikan langsung oleh produser, sutradara, dan pekerja film yang terlibat dalam “The Dark Knight Rises”.

Apapun, yang terkesan dari peristiwa memilukan dan memalukan ini terjadi dimana sang pelaku bergaya seorang Joker yang khas. Mirip seperti Joker si musuh bebuyutan Batman yang licin dan licik. Holmes “Joker” yang pun bukan sembarang pelaku yang tak memiliki pengetahuan. Justru publik terperangah manakala mengetahui bahwa ia adalah mahasiswa tingkat doktoral (Ph.D) program kedokteran di University of Colorado!

Yang terbetik sekarang, Holmes sendiri telah mengakui bahwa dirinya adalah seorang “Joker”, musuh Batman yang menjadi inspirasinya dalam melakukan aksi sadisnya itu. Sosok “The Joker” dalam film selalu muncul dalam serial kepahlawanan Batman, dimana ia digambarkan sebagai seorang yang psiko-kriminal yang penuh dengan kekerasan.

Pengakuan Holmes dan kejadian tersebut tentu harus menjadi perhatian serius bagi para pembuat karya-karya imajinatif yang diolah dan dikemas menjadi suguhan hiburan yang memakau penonton. Kini, di zaman yang ikatan sosial kemasyarakatan di mana-mana kian rentan, sudah seharusnya pembuat film layar lebar memikirkan efek tiruan dari tokoh-tokoh, antagonis sekalipun, bagi penontonnya, lebih khusus kelompok remaja. Mereka paling rentan meniru gaya maupun aksi tokoh-tokoh yang diperankan dalam film yang ditontonnya.

Bagaimana jika musuh-musuh jagoan lain seperti Carnage, Venom, The Lizard, atau Dr. Octopus, yang menjadi musuh Spiderman ditiru juga dalam alam nyata? Meniru gaya dan aksi musuh-musuh superhero yang diciptakan para komikus dan diterjemahkan dalam layar lebar oleh para sineas, tanpa menggunakan senjata mematikan, mungkin masih bisa dimaklumi. Tapi, jika sudah menggunakan senjata tajam dan mematikan, ini yang dikhawatirkan. Apalagi di AS dan beberapa negara lain yang memberikan ijin legal bagi warganya yang ingin memiliki senjata api, aksi brutal seperti yang dilakukan Holmes tidak menutup kemungkinan akan terjadi.

Jadi, pembuat film kini jangan hanya berpikir soal pamor dan keuntungan yang bakal diraih. Tapi juga soal dampak dari tokoh-tokoh antagonis yang diciptakan. Wallahu a’lam.