MANA YANG HARUS DIDAHULUKAN: BAYAR UTANG ATAUKAH BERZAKAT?



Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Ustadz, saya mau bertanya, saat ini saya mempunyai utang yang cukup besar kepada perorangan, namun dicicil setiap bulan dari penghasilan bulanan saya. Di sisi lain, saya juga ingin bersedekah (berzakat). Nah, dalam hal ini, mana yang harus didahulukan? Terima kasih atas perhatiannya.

Wasssalamu'alaikum Wr. Wb

AU
Jawaban

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Membayar zakat memang bagian dari rukun Islam yang lima. Dan seorang yang menolak untuk membayar zakat, selain berdosa, juga dianggap telah menghujat kedaulatan umat Islam. Sehingga khalifah Abu Bakar As-Shiddiq ra memerangi orang-orang yang menolak untuk membayar zakat.

Di sisi lain, yang namanya utang juga merupakan kewajiban yang wajib untuk dibayarkan. Sekadar untuk menggambarkan bagaimana urgensi dan pentingnya hukum membayar utang, bisa kita perhatikan ketentuan buat orang yang mati syahid.

Rasulullah SAW telah menetapkan bahwa seorang yang mati syahid dijanjikan Allah SWT bisa masuk surga tanpa hisab. Namun untuk itu ada syaratnya, yaitu bila masih punya utang, tetap saja tidak bisa masuk surga. Sampai dia menyelesaikan terlebih dahulu urusan utang-utangnya kepada sesama manusia.

Nah, kalau kedua kewajiban ini kita sanding, akan menjadi sebuah pertanyaan menarik, mana yang harus didahulukan dari keduanya? Apakah kita harus bayar utang dulu atau kira harus membayar zakat terlebih dahulu? Menurut Dr. Yusuf Al-Qaradawi dalam bukunya Fiqih Zakat adalah sebagai berikut:

Pada jilid pertama, penulis menerangkan kriteria harta yang wajib dizakatkan. Rupanya, tidak semua jenis harta terkena kewajiban zakat. Ada beberapa kriteria tertentu yang harus terpenuhi agar harta itu berstatus wajib dizakatkan.

Ringkasnya, di antara sekian banyak syarat yang disebutkan dalam kitab itu, salah satunya adalah bahwa harta itu telah melebihi kebutuhan dasar. Istilah yang dipopulerkan kitab itu adalah al-fadhlu ‘anil alhajah al-ashliyah. Seandainya ada seseorang yang pada dasarnya punya harta melebihi nisab, namun kebutuhan dasarnya jauh lebih besar, maka harta itu harus untuk menutupi kebutuhan paling dasar terlebih dahulu. Bila masih ada sisanya, barulah dikeluarkan zakatnya.

Selain itu, pemilik harta itu terbebas dari beban harus membayar utang. Istilahnya as-salamatu minad-dain. Maksudnya, seseorang baru dibebani untuk berzakat manakala harta yang dimilikinya bebas dari hak milik ‘semu’ milik orang lain. Seorang yang berutang dan sudah jatuh tempo untuk membayarnya, jelas-jelas punya kewajiban nomor satu untuk membayar utangnya. Sedangkan kewajiban bayar zakat baru muncul manakala utang yang menjadi kewajiban membayar utangnya terlebih dahulu.

Untuk lebih jelasnya, silakan bertanya lagi pada banyak ulama dan ahli. Semoga bisa membantu.

Wasssalamu'alaikum Wr. Wb.

[Sumber: Islampos]