10 PARTAI KLASIK PENUH MAKNA DARI PERANG SAUDARA EL CLASICO



Akhir pekan ini akan tersaji laga panas antara dua seteru di persepakbolaan Spanyol kala Real Madrid menjamu seteru abadi mereka, Barcelona di Santiago Bernabeu dalam partai yang sudah banyak diantisipasi, El Clasico.

Pertemuan kedua tim paling sukses di ranah Spanyol ini selalu menghadirkan tensi panas sebelum dan sepanjang pertandingan, dengan banyak insiden serta kontroversi yang melingkupinya.

Berikut adalah beberapa partai Clasico yang memiliki makna penting dalam rivalitas kedua tim:

1. Real Madrid 11-1 Barcelona
(Copa del Generalisimo semi-final, 1942-43)

Ini adalah kemenangan terbesar Madrid atas Barcelona, namun juga masih dipenuhi kisah kontroversial yang menyeruak darinya. Barcelona sudah memenangi leg pertama dengan skor 3-0 di kandang mereka kala itu, Les Corts, dan muncul sentimen di Madrid jika publik tuan rumah terlalu kuat menunjukkan rasa kebanggaan mereka atas tanah Catalan dengan sambutan panas pada tim tamu. Kala itu tensi memang begitu panas sehingga laga kedua tim kerap dijadikan sebagai simbol perang saudara di Spanyol.

Dan penguasa Spanyol kala itu, Jenderal Franco dikabarkan amat gusar dengan penampilan klub asal ibukota itu dan memerintahkan menteri pertahanan kala itu untuk mengeluarkan 'peringatan' pada para pemain Barca jelang leg kedua di Madrid. Dan meski hal tersebut kemudian dibantah oleh dua penggawa Barca yang bermain kala itu, Domenec Balmanya dan Josep Escola, namun Barca bukanlah tim yang sama di pertandingan leg kedua. Madrid membuka keunggulan di menit kelima dan terus menggila sebelum tim tamu mencetak gol hiburan di menit 89. Madrid melaju ke final dengan agregat 11-4, namun di partai puncak mereka tumbang dari Athletic Bilbao 1-0 lewat babak perpanjangan waktu.

2. Real Madrid 5-0 Barcelona
(La Liga, 1953-54)

Di awal musim 1953-1954, Real Madrid sudah melalui dua dekade tanpa tambahan trofi dari dua gelar juara liga mereka, namun kedatangan Alfredo di Stefano yang kontroversial sebulan sebelumnya, segalanya pun berubah.

Tanggal 25 Oktober, dalam laga pertamanya lawan Barcelona - tim yang sudah memenangi empat gelar liga dalam enam musim sebelumnya, Di Stefano menjadi bintang dalam kemenangan 5-0 tersebut. Ia membuka skor dari jarak dekat di menit kelima, sebelum mengkreasikan dua gol cepat Roque Olsen, dan digenapi menjadi 4-0 oleh gol Luis Molowny sebelum jeda. Di Stefano menambah satu gol lagi lima menit jelang bubaran, dan Madrid pun kemudian melahirkan salah satu generasi terbaik mereka.

Harian ABC melabeli laga tersebut sebagai 'pukulan telak untuk prestise Barcelona' dan raksasa Catalan itu berusaha membalas dendam di kandang mereka, Les Corts Stadium. Mereka sukses melakukannya dengan memukul Madrid 5-1di mana gol balasan tim tamu kembali dilesakkan Di Stefano, yang di musim itu finis sebagai top skorer liga dengan 29 gol. Namun yang lebih istimewa, Madrid akhirnya finis di puncak klasemen untuk mengakhiri penantian panjang mereka akan sukses.

3. Real Madrid 2-2 Barcelona; Barcelona 2-1 Real Madrid
(Putaran pertama Piala Eropa, 1960-61)

Saat Piala Eropa mulai dihidupkan di musim 1955-1956, Madrid terus menjadi raja yang tak tergoyahkan selama separuh dekade. Di jalan menuju kesuksesan kelima mereka pada tahun 1960, mereka menghancurkan Barca dengan agregat 6-2 di semifinal. Namun di putaran pertama musim 1960-1961, Barca menuntaskan dendamnya dengan menghempaskan dominasi sang rival dengan agregat 4-3.

Barcelona saat itu memilih pindah kandang ke Camp Nou dengan biaya hampir 1.750.000 pound, langkah yang membuat mereka terperangkap utang sebesar 1 juta pound, dan berharap pada para pemainnya untuk memastikan perjudian itu terbayar. Kekalahan Barca 6-2 atas Madrid berbuntut pada pergantian pelatih dari Helenio Herrera kepada mantan pelatih Juventus dan PSV Eindhoven, Ljubisa Brocic di bulan Juni 1960.

Di pertemuan pertama kontra Madrid, Barca sudah tertinggal saat laga belum genap dua menit lewat golEnrique Mateos, namun Luis Suarez menyamakan kedudukan di menit 27. Francisco Gentomengembalikan keunggulan Madrid, namun dua menit jelang usai, wasit asal Inggris menghadiahkan penalti kontroversial yang disempurnakan oleh Suarez untuk mengakhiri laga dengan skor 2-2.

Barca menjadi favorit pada laga leg kedua yang disaksikan 125.000 fans, dan mereka lebih beruntung dari Madrid yang sejatinya tampil lebih superior. Wasit Inggris, Reg Leafe membatalkan tiga gol tamu karenaoffside, dan juga mengancam akan mengusir gelandang Madrid, Luis del Sol jika protes mereka tak mereda. Barca unggul lewat tembakan Ramon Alberto Villaverde yang membelok masuk gawang 10 menit sebelum jeda, sebelum digandakan Evaristo di menit 81. Gelombang serangan Madrid hanya berbuah satu gol Canario empat menit sebelum laga usai, dan presiden Madrid Santiago Bernabeu pun menyematkan sindiran pada wasit sebagai 'pemain terbaik Barca'. Barca mendapatkan keuntungan finansial dari keberhasilan mereka tersebut, dan melaju ke final sebelum ditaklukkan Benfica.

4. Real Madrid 0-5 Barcelona
(La Liga, 1973-74)

Untuk beberapa saat, laga antara Madrid versus Barca menjadi pertemuan yang ketat. Sejak 1966 ke depan, hanya satu pertemuan di semua ajang yang ditentukan oleh lebih dari satu gol - kemenangan Madrid 2-0 di final Copa Del Rey 1969-1970. Namun semuanya berubah di bulan Februari 1974 ketika pria Belanda bernama Johan Cruyff yang melakoni debutnya bersama Barcelona, namun sudah mengobrak-abrik kandang Madrid.

Pemain asal Belanda itu memberikan 3 assist dan juga satu gol solo indah yang membawa Barca menjaga keunggulan sembilan poin di puncak klasemen, sementara Madrid harus turun ke posisi kesembilan. Barcelona akhirnya memenangi gelar juara mereka tahun itu, atau yang pertama sejak 1960.

Madrid akhirnya memang membalas kekalahan memalukan itu dengan skor 4-0 di final Copa Del Rey pada bulan Juni, namun Barca harus bermain penuh keterbatasan karena aturan kala itu mencegah pemain asing ikut ambil bagian dalam turnamen. Namun demikian, Cruyff sendiri harus memperkuat timnas Belanda di Piala Dunia 1974, sementara pelatih Rinus Michels yang merangkap pelatih Belanda, juga harus melakukan penerbangan bolak-balik dari Jerman Barat ke Catalan untuk menyeimbangkan tanggung jawabnya.

5. Barcelona 5-0 Real Madrid
(La Liga, 1993-94)

Januari 1994, Barcelona mencatat kemenangan terbesar mereka atas Real Madrid di Camp Nou sejak musim 1944-1945. Romario membukukan hat-trick, ditambah dengan tendangan bebas Ronald Koemanserta gol di menit akhir dari Ivan Iglesias untuk kemenangan pasukan Johan Cruyff.

Real Madrid sendiri melakoni start terburuk mereka selama 40 tahun, dan memberikan tekanan pada pelatih Benito Floro, yang sebelumnya sudah mendapat jaminan kepercayaan dari Madrid. Pemecatan Floro pun sulit dilakukan karena saat itu Madrid memiliki utang sebesar 25 juta pound. Namun setelah kekalahan 2-1 atas Lerida di bulan Maret, ditambah Madrid berhasil mengumpulkan dana yang cukup, maka mereka pun tak ragu mendepak Floro - pemecatan pelatih keenam mereka dalam dekade baru, dan digantikan oleh Vicente Del Bosque sebagai pelatih caretaker.

6. Real Madrid 5-0 Barcelona
(La Liga, 1994-95)

Hampir setahun setelah dilibas di Camp Nou, Real Madrid akhirnya bisa membalas sang rival di Bernabeu. Meski Los Blancos tak menambah koleksi 25 gelar juara mereka sejak 1990, penunjukan Jorge Valdanosebagai pelatih memunculkan optimisme. Mereka pun menuju status sebagai jawara paruh musim ketika mereka menumpas sang rival yang juga juara bertahan dengan skor 5-0.

Ivan Zamorano menjadi inspirasi Madrid ketika penyerang asal Chile itu mencetak hat-trick di babak pertama, sebelum penyerang Barca Hristo Stoichkov membantu tuan rumah dengan kartu merah yang ia terima akibat menginjak Quique Flores di akhir babak pertama. Luis Enrique memperbesar keunggulan Madrid di menit 68, sebelum Zamorano memberikan assist untuk gol Jose Amavisca dua menit kemudian.

Untuk Michael Laudrup, kemenangan itu cukup bermakna: ia tampil untuk Barca dalam kemenangan 5-0 mereka, sebelum dijual ke Madrid akibat berselisih dengan Johan Cruyff, dan membela Madrid dalam kemenangan dengan skor yang sama. Sementara Romario, yang tak menunjukkan komitmen besar musim itu dan membuat gusar Cruyff, dilepas ke Flamengo beberap hari usai kekalahan tersebut. Madrid akhirnya memenangi gelar ke-26 mereka musim itu, dan di akhir musim Laudrup hengkang dengan medali La Liga beruntun kelimanya.

7. Barcelona 0-2 Real Madrid; Real Madrid 1-1 Barcelona
(Semifinal Liga Champions, 2001-02)

Laga ini dilabeli media Spanyol sebagai 'Duel Abad Ini' dan diperkirakan menarik perhatian sekitar 500 juta pemirsa global. Namun pertandingan tampak sudah usia setelah leg pertama. Tanpa kehadiran dua pilarnya, Xavi dan Rivaldo, Barca dipaksa menyerah oleh gol Zinedine Zidane sembilan menit memasuki babak kedua dan digenapkan oleh Steve McManaman di injury time babak kedua.

Madrid yang berusaha meraih gelar kesembilan mereka di Eropa sudah menapakkan satu kaki mereka pada final di Hampden Park, sebelum drama besar terjadi di Bernabeu ketika bom mobil dari kelompok separatis meledak dekat stadion empat jam sebelum kickoff leg kedua, meruntuhkan sebagian atap di ruang trofi. 16 orang cedera dan sempat muncul pembicaraan jika laga bakal dihentikan, sebelum akhirnya diputuskan untuk tetap berjalan.

Dan dalam pertandingan tendangan jarak jauh Raul memperlebar keunggulan Madrid di babak pertama, dan meski Ivan Helguera membuat gol bunuh diri sesaat usai turun minum, Barca tak mampu membalas dan tumbang lewat agregat 3-1.

8. Barcelona 0-0 Real Madrid
(La Liga, 2002-03)

Meski tak menghasilkan satu gol pun, pertemuan kedua tim pada bulan November di Camp Nou itu akan selalu jadi pertandingan paling dikenang, karena inilah laga di mana Luis Figo dilempar kepala babi karena memutuskan menyeberang dari Barcelona ke Madrid. Kepala babi itu bukan satu-satunya objek yang dilemparkan oleh sekitar 98.000 fans tuan rumah karena Figo seolah 'memprovokasi' dengan tak terburu-buru mengambil tendangan sudut di depan bekas pendukung setianya. Laga pun bahkan sempat dihentikan di menit 75.

"Ini merupakan hal yang memalukan untuk sepak bola Spanyol. Ini semua sudah melewati batas-batas rivalitas," kecam direktur Madrid, Jorge Valdano kala itu.

9. Real Madrid 2-6 Barcelona
(La Liga, 2008-09)

Jelang partai Clasico Desember 2008, pelatih Madrid, Bernd Schuster menggiring kepalanya sendiri dalam pemecatan ketika ia menyebut kemenangan di Camp Nou adalah hal yang mustahil. Ia kemudian memang didepak dan Juande Ramos menggantikan perannya di bench Madrid, namun sang pelatih baru tak mampu mencegah Barcelona menang dengan skor 2-0. Barca membuka gap menjadi 12 poin dan menegaskan keyakinan Schuster.

Meski demikian, di bawah Ramos, Madrid menikmati kebangkitan yang luar biasa: mereka menang 17 kali dan meraih hasil imbang dalam 18 laga berikutnya, serta memangkas jarak menjadi empat poin saja jelang pertemuan Clasico kedua di Bernabeu pada bulan Mei.

Saat Gonzalo Higuain membawa Madrid unggul di menit 14, misi yang tampaknya mustahil itu kian mendekati kenyataan, namun Thierry Henry kemudian menyamakan kedudukan empat menit berselang, dan setelah itu pertandingan sepenuhnya menjadi milik Barca. Carles Puyol membawa tim tamu unggul 2-1 di menit 20, Lionel Messi menambahkan gol ketiga di menit 36, dan meski Sergio Ramos sempat memperkecil ketinggalan tuan rumah menjadi 3-2 usai jeda, Henry mencetak gol keduanya untuk membawa Barca kembali menjauh, sebelum Messi dan Gerard Pique melengkapi kedigdayaan Barcelona.

10. Barcelona 5-0 Real Madrid
(La Liga, 2010-11)

Barcelona telah memberikan banyak pelajaran sepak bola sejak pengangkatan Pep Guardiola menjadi pelatih di tahun 2008, dan kemenangan pada partai Clasico November 2010 lalu mungkin akan dicatat sebagai pemuncak dari upaya mereka mencapai kesempurnaan.

Jose Mourinho, yang bersama Inter menyingkirkan Barca di jalan mereka menjuarai Liga Champions setahun sebelumnya, melakukan start yang brilian dari semua pelatih Madrid dalam sejarah, namun ia tak berdaya mencegah anak asuhnya dibantai sang rival di Camp Nou. Xavi dan Pedro sudah membuat tuan rumah unggul 2-0 di babak pertama sebelum digandakan dua gol David Villa seusai jeda serta gol menit akhir dari Jeffren, menegaskan dominasi Blaugrana.

Bahkan Mourinho sendiri kala itu mengakui keunggulan mutlak sang rival dengan mengatakan, "Ini merupakan hasil yang buruk untuk kami, dalam sejarah. Ini menyedihkan untuk kami namun tak sulit untuk saya telan, ini mudah saya terima karena memang fair. Kami bermain amat, amat buruk dan mereka fantastis."