POLA HUNIAN 1:2:3 TUAI KONTROVERSIAL


Foto: ilustrasi

JAKARTA - Peraturan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) mengenai hunian berimbang dengan pola 1:2:3 mendapat tanggapan sumir dari Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI).

Pola hunian 1:2:3 yang dimaksud adalah satu unit rumah mewah yang dibangun oleh pengembang, harus diikuti dengan pembangunan dua unit rumah menengah dan tiga unit rumah sederhana bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Sebelumnya, pola yang digunakan adalah 1:3:6.

Menurut Ketua Dewan Pertimbangan Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) Teguh Satria, peraturan tersebut seharusnya bukan diatur oleh pemerintah pusat melainkan pemerintah daerah (pemda) melalui tata ruang dan tata guna tanah.

"Pemda yang lebih tahu kondisi di daerahnya masing-masing dan apa yang mereka butuhkan serta klasifikasi pembangunan. Contohnya di Batam, setiap jengkal di sana sudah diatur peruntukannya untuk rumah mewah, menengah, atau sederhana. Jadi, Pemdalah yang seharusnya berhak memutuskan setiap jengkal tanah di daerahnya untuk apa," papar Teguh saat dihubungi okezone melalui sambungan telepon, Selasa (3/1/2011).

Dia menambahkan, peraturan ini juga punya bahaya. Kalau semua dibebankan pada pengembang besar, justru akan menjadi pesaing yang tidak sehat bagi pengembang kecil.

"Kasihan pengembang kecil kebagian apa? Ini sama dengan membunuh mereka. Masyarakat sudah pasti lebih percaya pada pengembang besar. Kalaupun dimungkinkan, dibuat kerja sama antara pengembang besar dengan pengembang kecil," ujarnya.

Tak hanya itu, REI pun memberi komentar pedas mengenai peraturan Kemenpera tersebut, karena terdapat aturan hukum pidana yang bisa menjerat pengembnag bila tidak membangun perumahan seperti yang sudah ditetapkan.

"Ini lucu, masa ada orang mau bangun rumah dipidanakan. Justru harus di dukung bukan dipidanakan. Peraturan ini memang banyak kelemahannya," tutup Teguh.

[Sumber: Okezone]